Sabtu, Julai 24, 2010

Khaulah binti Tsalabah

"Aku haram bagimu! Engkau telah menceraikan aku dengan cara jahiliyah, kata Khaulah pada Aus dengan nada keras. 

Tapi Aus tidak peduli. Ia tetap menginginkan Khaulah. Khaulah mendorong Aus dan berlari keluar. Ia tak sadar jika baju bagian belakanganya robek. Ketika hendak membetulkan jilbabnya, Khaulah baru menyadarinya. Ia menjadi bingung hendak pergi ke mana dengan baju robek.

Persoalan ini bermula ketika Khaulah sedang shalat di kamarnya, Aus pulang dan merasa sangat lapar. Ketika tak didapatinya secuil makanan pun di rumah, darahnya meluap-luap. Begitu Khaulah muncul di hadapannya, dia langsung mencaci-maki istrinya dengan kata-kata yang sangat kasar. Dituduhnya Khaulah telah menghabiskan makanan. Padahal yang sesungguhnya, sejak kemarin Khaulah belum makan karena dia lebih mengutamakan suaminya ketimbang dirinya. Seringkali jatah makanannya diberikan kepada suaminya agar tidak kelaparan.

Menerima tuduhan dan cacian seperti itu, bukan alang-kepalang sedih dan sakitnya hati Khaulah. "Alangkah tak tahu dirinya kau, Aus, batinnya mengucap. Tetapi dia tetap sabar dan menahan diri. Melihat istrinya hanya diam terpaku, Aus semakin berang. Ditamparnya Khaulah. "Engkau bagiku seperti punggung ibuku, katanya sambil pergi keluar rumah.

Khaulah tertegun. Menangis tersedu. "Sampai hati engkau berkata seperti itu, Aus. Kau ceraikan aku dengan cara jahiliyah, ujar Khaulah dalam hatinya.

Tak lama berselang, Aus pulang kembali ke rumahnya dengan membawa sejumlah kurma. "Makanlah ini Khaulah, ujarnya seraya menyodorkan kurma pada Khaulah.

"Alhamdulillah, saya tidak lapar, jawab Khaulah ketika itu.

"Baiklah, kalau begitu aku makan saja semuanya. Dimakannya kurma itu dengan lahap hingga tak bersisa.

Khaulah masih duduk terpaku. Tanpa disadarinya, Aus mendekatinya seraya mengajaknya ke kamar. Tapi Khaulah mengelak dan menjauh. Aus mengejarnya sambil berusaha menanggalkan pakaian Khaulah. 
"Khaulah, sedang apa engkau di sana? Tanya tetangganya yang melihat Khaulah celingukan kesana-kemari. "Kemarilah! kata tetangga itu lagi. Khaulah menghampiri tetangganya itu. Tetangganya mengajak Khaulah masuk ke rumahnya. "Ada apa Khaulah? Sepertinya engkau sedang kebingungan, tanya tetangga itu lagi. Khaulah menceritakan apa yang baru saja dialaminya. 

"Kalau begitu engkau telah diceraikan.

"Ya, aku diceraikan dengan cara jahiliyah, ujar Khaulah.

"Lalu apa rencanamu?

"Aku akan mendatangi Rasulullah untuk meminta petunjuk darinya.

Khaulah pergi menemui Rasulullah. Sesampainya di tempat Rasulullah, Khaulah menceritakan semua kejadian yang dialaminya dan keburukan perangai suaminya. 

Aus, suami Khaulah, memang seseorang yang berperangai buruk. Ucapannya kasar, suka memaki dan menghina, bahkan tak jarang dia memukul istrinya. Sebaliknya, Khaulah adalah seorang wanita yang berbakti pada suaminya. Setiap kali suaminya pulang, Khaulah selalu bergegas menyediakan makanan seadanya berupa roti kering. Namun selalu mendapat cacian dan makian dari suaminya. Aus suka sekali makan yang enak-enak, tetapi apa yang harus dihidangkan? Hanya itu yang tersedia di rumahnya dan ia pun tak memiliki uang yang cukup untuk membeli makanan yang lezat. Cacian dan makian suaminya yang memerahkan telinga diterimanya dengan sabar.

Wanita itu selalu menyimpan kesedihan dan derita yang dialaminya. Satu hal yang selama ini selalu menghibur hatinya adalah sebuah ayat yang ia dengar dari Nabi Muhammad Saw., yang artinya:
"Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Sesungguhnya yang demikian itu sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusuk. Yaitu orang-orang yang meyakini akan berjumpa dengan Tuhannya dan akan kembali kepada-Nya. (QS. Al-Baqarah: 45).

Ayat ini laksana penawar rasa duka dan deritanya. Dengan sekuat tenaga ia selalu berusaha untuk berbakti pada suaminya. Ridha menerima nasib dan selalu melayani kebutuhan suaminya dengan ikhlas, meskipun derita yang dirasakannya sungguh tak terperikan.

"Khaulah, suamimu sudah cukup tua. Jagalah ia baik-baik, ujar Rasulullah. Tetapi tiba-tiba Rasulullah menunduk seperti sedang menerima sesuatu.

"Khaulah, Allah telah menurunkan ayat-ayat yang berkenaan dengan masalahmu. Rasulullah membacakan ayat yang baru saja diterimanya:

"Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan padamu tentang suaminya dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. Al-Mujadilah: 1).

"Orang-orang yang menzihar istrinya di antara kamu, (menganggap istrinya sebagai ibunya, padahal) tidaklah istri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka telah mengatakan suatu perkataan yang munkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mujadilah: 2).

"Orang-orang yang menzihar istri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan. Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum keduanya (suami istri itu) bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepadamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. Al-Mujadilah: 3).

"Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa, (wajib atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang pedih. (QS. Al-Muajdilah: 4).

Khaulah merasa bersyukur karena keluhannya didengar langsung oleh Allah Swt.. "Allah, Rabbul Alamin, alangkah agung karunia dan kasih sayang-Mu. Alangkah sempurna keadilan-Mu, tutur Khaulah. Air matanya berlinang, haru karena Allah tidak melupakannya, seorang wanita miskin dan lemah.

"Khaulah, suruhlah suamimu memerdekakan seorang budak, sabda Rasulullah.

"Rasulullah, dia tidak memiliki apa-apa untuk memerdekakan seorang budak.

"Suruh dia berpuasa dua bulan berturut-turut.

Khaulah yang tahu kelemahan suaminya yang telah cukup tua itu berkata, "Dia sudah tidak mampu lagi untuk berpuasa dua bulan berturut-turut.

"Kalau begitu, suruh ia memberi makan enam puluh orang miskin dengan satu gantang kurma.

"Dia juga tidak memiliki kurma sebanyak itu.

"Kami akan membantu setengahnya.

"Dan dariku setengahnya lagi. Sambung Khaulah.

"Bagus sekali Khaulah, pergilah segera dan sedekahkanlah kurma ini dan berlaku baiklah terhadap suamimu.

Khaulah pulang ke rumah dengan wajah berseri-seri. Sementara Aus sedang duduk termenung. Melihat istrinya pulang, Aus segera menghampiri Khaulah. "Maafkan aku Khaulah, aku menyesal telah berbuat kasar padamu selama ini, ujar Aus dengan mata berkaca-kaca.

"Sudahlah, ada berita gembira, suamiku, kata Khaulah. Lalu diceritakannya semua peristiwa yang terjadi di tempat Rasulullah Saw..

Aus tersentak. "Allah, alangkah besar anugerah dan kasih sayang-Mu. Aku bertaubat pada-Mu dengan sepenuh hati, maka terimalah taubatku ya Allah, tutur Aus seraya menengadahkan kedua tangannya.
Masa terus berjalan dengan cepat, kini Aus telah tiada. Meninggalkan Khaulah sebatang kara. Namun wanita itu tetap tabah dan tegar laksana batu karang di lautan. Ia mencurahkan sisa kehidupannya untuk beribadah kepada Allah.

Tibalah saat Umar Bin Khattab memegang tampuk pemerintahan Islam. Usia Khaulah sudah semakin tua. Ketika dia berjumpa dengan Khalifah Umar, wanita itu menasihatinya,

"Hai Umar, aku ingat dahulu ketika di pasar Ukaz dan waktu itu namamu masih Umair, engkau menakut-nakuti anak-anak dengan pedangmu. Kemudian kau berganti nama menjadi Umar dan kini dipanggil dengan sebutan Amirul Mukminin. Maka bertakwalah kepada Allah dan sejahterakanlah rakyatmu, karena jabatan yang kau pegang adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak. Ketahuilah, barangsiapa takut dengan ancaman Allah, maka Allah akan memudahkan baginya segala yang sulit. Dan barangsiapa yang selalu mengingat mati, dia akan takut menyia-nyiakan waktu.

Demikian lama Khaulah menasihati khalifah Umar bin Khattab. Khalifah pun mendengarkan dengan penuh perhatian. Tiba-tiba salah seorang yang menyaksikan adegan itu menghampiri keduanya dan berkata pada Khalifah Umar, "Amirul Mukminin, wanita ini meremehkan dan membuat engkau lelah.

"Tidakkah engkau kenali siapa wanita ini? Dialah Khaulah binti Tsalabah, penyebab turunnya permulaan ayat surat Al-Mujadilah. Demi Allah, seandainya dia menasihatiku semalam suntuk, aku tidak akan meninggalkannya kecuali untuk shalat. Setelah itu, aku akan cepat kembali untuk mendengarkannya lagi, tutur Khalifah Umar.

Itulah kisah seorang wanita yang memiliki kesabaran tiada tara. Ia menjadikan sabar dan shalat sebagai penolongnya.






Khamis, Julai 08, 2010

Allah Maha Pengampun-"La Tahzan" (Dr Aidh Al Qarni)

Sesuai amat untuk memuhasabahkan diri..Ayuh sahabat2ku yang disayangi..marilah kita bersama2 muhasabahkan diri..Barakallahufikum..^_^..

Rabu, Julai 07, 2010

Selasa, Julai 06, 2010

Kisah Sayidina Umar bin al-Khattab r.a.

     Ibn al-Jauzi  dalam  kitab  tarikhnya  al-Muntazam, bercerita  mengenai  Sayidina Umar  bin  al-Khattab  r.a. yang  sedang  dalam  perjalanan  pulang  dari  Syam  ke  Madinah.  Apabila  melalui  sebuah  padang  pasir,  ia  melihat  sebuah  khemah  yang  dihuni  seorang  wanita  tua.  Wanita  tua  itu  tidak  mengetahui  bahawa  ia  sedang  berbicara  dengan  Umar, Amirul  Mukminin.

 Ia  bertanya,  "Wahai  pemuda,  apa  khabar  Umar  al-Khattab?"

Umar  menjawab,  "Dia  sedang  dalam  perjalanan  dari  Syam  ke  Madinah."

Perempuan  itu  berkata,  "Semoga  Allah  tidak  memberikan  kebaikan  kepadanya."

Umar  bertanya kaget, "Mengapa?"

Ia  menjawab, "Kerana  sejak  ia  menjadi  pemimpin, aku  belum  pernah  menerima  bantuan  suatu  apa  pun  daripadanya."

Umar  berkata, "Mungkin  itu  kerana  Umar  tidak  tahu  rumahmu  yang  terpencil  di  tengah  padang  pasir  seperti  ini."

Wanita  itu  berkata, "Subhanallah. Aku  tidak  pernah  menyangka  ada  seseorang  yang  manjadi  pemimpin  suatu  negara  namun  ia  tidak  mengetahui  semua  rumah  rakyatnya."

Umar  menangis  dan  meratap, "Duhai  celakanya  Umar.  Bagaimanakah  engkau  akan  menjawab  ucapan  wanita  ini  di  akhirat  nanti?"

Jumaat, Julai 02, 2010

Boleh tak berkawan lelaki dan perempuan??

Satu petang saya diaju soalan ini oleh seorang sahabat saya.

"Boleh ke lelaki dan perempuan berkawan?"

Terkejut juga apabila disoal dan diminta pandangan tentang ini (sebab saya mana pandai). Tapi jawab jugalah (sebab dia minta pendapat bukan jawapan). Justeru, ini pandangan saya, seorang insan yang masih belum mengerti banyak perkara.

Pertamanya, saya suka kalau tahu maksud kawan itu sendiri. Di bawah adalah jawapan/respon dari beberapa orang 'kawan' saya.

Apakah maksud 'kawan'?

Dr.Syafaah : Kawan tu kawan la.

Cikgu Dina : Apa-apalah.

Hayati : Seseorang yg sentiasa di hati..sentiasa disebut dalam doanya, sentiasa mengharap yang terbaik untuk teman, dan yang membuat kita tersenyum di bibir serta di hati...

Izzati : Salam. Pada pandangan saya, kawan itu ialah insan yang hadir dalam hidup seseorang tu. Yang mana adakala seseorang tu sedar atau tak, ada insan dalam hidup dia. Bagi saya, kawan ini lebih kepada seseorang yang gemar membantu dalam susah senang, terima kelebihan dan kekurangan kawan, dan sentiasa betulkan dan tegur kesalahannnya. Tapi kadang-kadang yang banyak membantu ada yang tak tau menjaga hati kawannya dan ada jugak yang bertopeng.

Sakinah : Mengikut kamus Sakeenah, kawan bermaksud sesiapa yang kita kenal dan dia kenal kita selain keluarga.

Afifah : Kawan tu up sikit la dari kenalan. Kita kenal orang tu, orang tu pun kenal kita dan kita buat sesuatu bersama dengannya. Contoh, kalau kita belajar sama-sama dengannya dalam kelas, kita panggil kawan sekelas. Kalau kita main sama-sama dengannya, kita panggil kawan sepermainan.

Yang sebenarnya...

Yang sebenarnya, tafsiran-tafsiran tentang maksud kawan ini tidaklah begitu penting. Tak kisahlah apa pun gelaran yang diberikan sama ada kenalan, kawan, teman, sahabat atau sodiq/sodiqah sekalipun, itu bukan satu masalah. Yang menjadi masalah ialah apa yang diisi dalam persahabatan atau 'perkawanan' itu (antara lelaki dan perempuan ajnabi). Sama juga macam bercouple, pada saya bercouple itu tak salah, yang salah ialah apa yang diisi dalam per'couple'an itu. Bergayut di telefon, mesej tak habis-habis, keluar shopping sama-sama, pegang-pegang sentuh-sentuh, mestilah salah sebab kamu berdua tu belum berkahwin!

Firman Allah yang bermaksud:

"Dan janganlah kamu menghampiri zina, sesungguhnya zina itu amat keji dan jalan yang amat jahat" (al-Israk(17) : 32)

Bagi memendekkan pandangan saya;

Cuba kira, berapa ramai kapel-kapel sekarang ni yang mulanya hanya kawan?
Berapa ramai kapel-kapel yang dah terlanjur (zina dan sebagainya) bermula sebagai kawan? Banyak kan?
Oleh itu tidaklah melampau kalau saya katakan 'berkawan' antara lelaki dan perempuan yang bukan mahram juga menghampiri zina (kalau tidak menjaga batasnya).

Cukuplah berkawan sekadar perlu. Cukuplah bercakap atau mesej sekadar menyampaikan sesuatu seperti khabarkan homework atau assignment yang perlu dibuat (kalau memang tugas anda untuk mengkhabarkannya - ketua kelas, class represantative).

Tak perlulah nak kongsi-kongsi masalah, tak perlu caring-caring sangat....'Kawan' anda ada teman sejantinanya untuk berkongsi segala perkara. Jangan bagi peluang kepada syaitan untuk mencucuk jarumnya.

Kembali kepada niat...

"Saya ikhlas nak berkawan dengan kamu," kata seorang pemuda kepada seorang pemudi.

Betul ke? Sangat diragui...

Maksud Hadith: dari Abu Umamah r.h katanya: "Seseorang lelaki telah datang menemui Rasulullah s.a.w dan berkata, "Bagaimanakah pendapatmu mengenai seorang yang keluar di jalan Allah SWT semata-mata kerana mencari upah dan supaya terkenal, Apakah yang diperolehi oleh orang itu?" Rasulullah s.a.w bersabda: "Dia tidak mendapat apa-apa." Rasulullah s.a.w. mengulanginya hingga tiga kali dan kemudian berkata: "Sesungguhnya Allah SWT AzzawaJalla tidak akan menerima amalan melainkan yang dilakukan dengan ikhlas, semata-mata untuk mencari (kesukaan) keredhaanNya" ( HR An-Nasai.)

Adakah pemuda ini nak berkawan dengan pemudi ini kerana hendak mencari redha Allah? Fikirlah sendiri...fikir juga apa agaknya akan terjadi kalau si pemudi itu setuju untuk berkawan dengan si pemuda yang tidak dikenalinya (hanya kenal melalui telefon)...

Ada sesetengah orang katanya boleh 'berkawan untuk berdakwah'. Al-kisah, Boy ingin mendalami Islam, maka Boy pun minta bantuan Girl (berpendidikan agama yang baik) yang dikenali untuk mengajarnya (melalui mesej-mesej, tazkirah dan sebagainya)... Ada orang kata baik, boleh sebab nak dakwah, boleh didik Boy jadi baik. TETAPI....
Bukankah lebih baik Girl ini mencari seorang kenalan/kawan yang diyakini agamanya (kawan sekelas contohnya atau ustaz-ustaz) dan sejantina dengan Boy ini untuk membantunya mendalami Islam?

Niat memang baik, tapi caranya belum tentu..Kalau ada cara yang lebih baik, kenapa tidak dipilih cara yang lebih baik itu?

Kesimpulan saya, seelok-eloknya jauhilah perhubungan anatara lelaki dan perempuan (melainkan apabila perlu sahaja). Perkara yang perlu pun harus dijaga (bersangkutan persatuan, kelas, urus niaga atau sebagainya), tak perlu ada hehe.. huhu.. haha.. dalam mesej-mesej anda kepada kawan/kenalan anda yang berlainan jantina.

Ini sekadar pandangan saya. Terpulang kepada anda untuk menilainya bagaimana.


sumber : Aq Hamba [sahabat facebook]